Jumat, 25 Januari 2013
Peserta USBN Kab.Kampar
Kantor Kementerian Agama Kab. Kampar Melalui Seksi Pendidikan Agama Islam (PAIS) Melakukan Pendataan Siswa/i Peserta USBN mata pelajaran Pendidikan agama Islam (PAIS) TP. 2012/2013 Tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas / Kejuruan (SMA/SMK) di Kab. Kampar.
Siswa/i yang akan mengikuti USBN Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAIS) sebagai berikut :
Tingkat SD
Tingkat SMP
Tingkat SMA/SMK
Baca Selengkapnya >>
Jumat, 04 Januari 2013
Kontak Kami
Dalam meningkatkan kinerja Kantor Kementerian Agama Kab. Kampar Khususnya pada Seksi Pendidikan Islam melaksanakan berbagai cara untuk menginformasikan dan komunikasi langsung dengan Guru dan Pengawas Pendidikan Agama Islam yang ada di Lingkungan Kerja Kantor Kementerian Agama Kab. Kampar
Sehubungan dengan hal tersebut Seksi Pendidikan Agama Islam melaksanakan informasi yang terbuka dan Komunikasi bebas kepada seluruh Instansi yang terkait melalui berbagai cara baik melalui via telepon dan media online yang berkembang dalam ilmu pengetahuan yang terjadi pada zaman sekarang ini.
secara keseluruhan semua yang dilakukan untuk memudahkan pekerjaan yang menuntut pada saat ini.
untuk informasi bisa melalui :paiskampar.blogspot.comuntuk komunikasi bisa melalui :
Via Telepon bisa dihubungi pada : Telp. (0762) 20256 Fax (0762) 20228
Via Email pada : paiskampar@yahoo.co.id
paiskampar@gmail.com
Via Chating add Facebook Kami : paiskampar@yahoo.co.id
semoga dengan informasi kontak yang kami publikasi kan dapat memudahkan para Guru dan Pengawas Pendidikan Agama Islam Khususnya dan untuk masyarakat kabupaten kampar pada umumnya agar dapat menambah ilmu pengetahuan tentang ilmu pendidikan Agama Islam Tentunya.
Baca Selengkapnya >>
Rabu, 02 Januari 2013
Visi Dan Misi
Visi dan Misi
Dalam
rangka mencapai visi Seksi Pendidikan Agama Islam yang diharapkan, maka misi Seksi
Pendidikan Agama Islam yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
- Mengembangkan Pendidikan Agama Islam berbasis tafaqquh fi al-din bertradisikan pengajian dan kajian, kearifan lokal, berwatak kewirausahaan, serta berwawasan kebangsaan dan lingkungan, agar mampu mengembangkan potensi peserta didik dalam berpikir, berkarya, serta proaktif dalam merespons perkembangan teknologi.
- Mengembangkan Sekolah yang mampu menghasilkan lulusan yang Islami, unggul dalam ilmu pengetahuan, bersikap mandiri, dan berwawasan kebangsaan; dengan proses penyelenggaraan yang bertumpu pada prinsip good governance dan pemberdayaan masyarakat agar sanggup menyediakan layanan pendidikan bagi anak usia Sekolah.
- Menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah terhadap seluruh peserta didik beragama Islam dengan mengedepankan nilai keislaman, kualitas pendidikan, penanaman keimanan dan ketakwaan, pembentukan akhlak mulia dan sikap toleran, dengan penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
- Meningkatkan kualitas manajerial dan tata kelola Pendidikan Agama Islam yang Islami berdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan efisiensi, serta memiliki rancangan pengembangan yang visioner.
- Meningkatkan pelayanan Pendididkan Agama Islam pada Sekolah melalui peningkatan SDM, sarana dan prasarana belajar.
Baca Selengkapnya >>
Selasa, 01 Januari 2013
Sejarah Kementerian Agama
Sejarah Kementerian Agama
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin
baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di
lingkungan masyarakat-terlihat terus meningkat kesemarakan dan
kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam
bentuk sosial keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula
dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen
kenegaraan tentang falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan.Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menj adi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan.
Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah.
Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama Budha. Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara pada masa itu. Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di Palembang sebelum melanjutkannya ke India.
Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, keraj aan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah. Mereka tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin, Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain.Pola pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada umumnya selalu memiliki dan melaksanakan fungsi sebagai berikut:
Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar “Sampean Dalem Hingkang Sinuhun” sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum. Fungsi pemimpin keagamaan tercermin pada gelar “Sayidin Panatagama Kalifatulah.” Fungsi keamanan dan pertahanan, tercermin dalam gelar raja “Senopati Hing Ngalogo.” Pada masa penjajahan Belanda sejak abad XVI sampai pertengahan abad XX pemerintahan Hindia Belanda juga “mengatur” pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja “pelayanan” keagamaan tersebut tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr.C. Snuck Hurgronye, seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya “Nederland en de Islam” (Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut: “Sesungguhnya menurut prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam sistem (tata negara) Islam terdapat sejumlah permasalahan yang tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan agama yang bagi suatu pemerintahan yang baik, sama sekali tidak boleh lalai untuk mengaturnya.” Pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di bidang agama adalah sebagai berikut:
Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama dan gereja, tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas misi/zending dalam melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu. Bagi penduduk pribumi yang tidak memeluk agama Nasrani, semua urusan agama diserahkan pelaksanaan dan perigawasannya kepada para raja, bupati dan kepala bumiputera lainnya. Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara teknis dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat yaitu:
Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan Ibadah).
Soal pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan, kemasjidan, haji, dan lainlain, menjadi urusan Departement van Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri).
Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Pada masa penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak berubah. Pemerintah Jepang membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama dengan Kantoor voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor agama karesidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai pemimpin kantor.
Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita-cita persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya. Perjuangan gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak jaman kolonial Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke II.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap kemajuankemajuan yang akan dicapai.
Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2:
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Baca Selengkapnya >>
Langganan:
Postingan (Atom)